ولَيْلٍ كَمَوْجِ البَحْرِ أَرْخَى سُدُوْلَــهُ عَليَّ بِأَنْـوَاعِ الهُـمُوْمِ لِيَبْتَلِــي
فَقُلْـتُ لَهُ لَمَّا تَمَطَّـى بصُلْبِــهِ وأَرْدَفَ أَعْجَـازاً وَنَاءَ بِكَلْكَــلِ
ألاَ أَيُّهَا اللَّيْلُ الطَّوِيْلُ ألاَ انْجَلِــي بِصُبْحٍ وَمَا الإصْبَاحُ منِكَ بِأَمْثَــلِ
Malam-malamku bagai gelombang samudera
Tirai hitamnya menjulur
merenggut tubuhku
menebarkan sejuta nestapa
Saat ia menggeliat,
Merentangkan punggungnya
Dan bersiap-siap menerkam mangsanya
Aku katakan padanya
Duhai malam-malam yang panjang
Mengapa kau tak segera beranjak pergi
Biarkan sang pagi merekah cerah
dibalut keindahan
Meski pagi tak juga bisa mengusir lara
-Imru Al Qais (520-565M), penyair Arab pra Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.